MEDAN - Perkembangan kriminalitas yang berkaitan dengan premanisme di satuan kewilayahan telah mengalami perkembangan yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini ditandai dengan pelaku kejahatan bukan saja orang-perseorangan yang dapat diminta pertanggung jawaban atas kesalahan berupa tindak pidana yang dilakukan, melainkan juga telah berkembang kepada suatu kejahatan yang berdimensi ekonomi dengan melibatkan jaringan yang terorganisir dalam melakukan modus operandi kejahatan dengan memanfaatkan berbagai fasilitas sebagai sarana untuk melakukan kejahatan, Sabtu (26/6/2021)
Aksi-aksi premanisme yang terjadi tentunya menimbulkan keresahan, ketidaktentraman bagi pelaku bisnis maupun masyarakat sehingga berimplikasi terhadap pembangunan daerah. Adapun aksi-aksi kejahatan yang dilakukan oleh premanisme pada umumnya melakukan kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan jalanan (street crime).
Pada saat ini praktik premanisme telah berkembang dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis dan penguasaan jalur-jalur produksi pada sektor barang dan jasa dari hilir ke hulu.
Tingginya potensi kerawanan dan dampak kriminalitas premanisme ini tentunya mengharuskan institusi Polri untuk melakukan kegiatan kepolisian dan operasi kepolisian, Hal ini harus dilandasi dengan strategi dan analisis yang mendalam untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang timbul pada pengaruh tindakan premanisme. Pembersihan dan pemberantasan premanisme yang dilakukan oleh jajaran Polri menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan kurang efektif dan belum mampu untuk mengurangi premanisme yang terjadi secara signifikan, hal ini salah satunya disebabkan oleh belum berkelanjutannya pembinaan yang dilakukan, karena minimnya perhatian dari para stake holders terutama pemerintah daerah.
Dapat dicontohkan dalam hal adanya laporan masyarakat yang resah akibat perilaku kalangan preman, maka hanya Polri sendiri yang proaktif untuk melakukan penanggulangan dengan melakukan himbauan-himbauan kepada lurah maupun kepala lingkungan agar dapat mencegah terjadinya aksi premanisme.
Di samping itu belum adanya upaya pemerintah daerah untuk membentuk karakter building terhadap potensi pelaku premanisme yang mengabaikan norma hukum maupun tata nilai budaya hukum masyarakat, Upaya yang dilakukan oleh Polri dalam rangka terpeliharanya Kamtibmas untuk menanggulangi premanisme sebagai problem-problem social tentunya tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan, apabila Polri hanya berorientasi pada proses penegakan hukum (law enforcement) yang berisikan asas ultimum remedium dalam kerangka pertanggung jawaban pidana (liability on fault or negligence atau fault liability ) tanpa mengintensifkan proactive policing yang mengarah pada community orientied policing dan problem oriented policing sehingga pelaksanaan tugas dapat efektif dan efesien.
Community dan problem oriented policing diartikan bahwa adanya usaha kolaburasi antara polisi dan masyarakat melalui sinergitas polisional dimana kedua-duanya bersama-sama mengidentifikasi dan memecahkan terhadap terjadinya permasalahan-permasalah ditengah-tengah masyarakat dan faktor penyebab terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga ambang gangguan dapat diantisipasi, tidak menjadi potensi gangguan dan gangguan nyata. Hal yang paling utama dalam penerapannya adalah dengan mengetahui permasalahan sosial yang ada dan sedang terjadi, untuk itu diharapkan Polri mampu untuk membaca perkembangan lingkungan dengan berbagai perubahannya guna dapat mengantisipasi segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh premanisme dan permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Adapun kegiatan yang berorientasi pada community orientied policing dan problem oriented policing dapat diuraikan sebagai berikut:
Mengaplikasikan langkah-langkah problem oriented policing dalam kerangka penanggulangan gangguan Kamtibmas termasuk premanisme. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Pertama, Forum Dialog. Yaitu kegiatan untuk memecahkan setiap permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat termasuk permasalahan terjadinya premanisme yang berdampak pada rasa aman masyarakat untuk mencari solusi dalam pemecahannya dengan melibatkan partispasi aktif masyarakat maupun lintas sektoral.
Dari hasil dialog dan solusi yang telah ditemukan diharapkan adanya Nota Kesepahaman tokoh masyarakat dan lintas sektoral yang selanjutnya dilakukan pengawasan atas pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kedua, pengendalian Kesepakatan atas permasalahan yang telah ditemukan solusinya. Nota kesepakatan yang telah dibuat, disepakati dan ditandatangani oleh perwakilan tokoh-tokoh masyarakat. Dalam pelaksanaan nota kesepakatan tersebut, dilakukan pengawasan dan dikendalikan oleh seluruh masyarakat, terutama oleh para tokoh.
Mengefektifkan sinergitas polisional penanggulangan premanisme pada program pemolisian masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain: Pertama, menyusun HTCK dengan instansi terkait lainnya untuk mensinergikan polisional penanggulangan premanisme pada program pemolisian masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya tidak menonjolkan egosektoral. Kedua, melaksanakan rapat koordinasi secara rutin sebagai media komunikasi dan informasi serta feed back terhadap implementasi sinergi polisional penanggulangan premanisme pada program pemolisian masyarakat. Ketiga, pertemuan secara rutin dan berkala antara Polres dengan instansi terkait sehingga dapat menumbuhkan suasana yang akrab dengan menjalin hubungan yang harmonis secara formal maupun non formal, sehingga melalui hubungan tersebut diharapkan mendapat rumusan langkah-langkah ke depan yang strategis dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keempat, merumuskan program kegiatan terpadu yang melibatkan instansi terkait dan unsur masyarakat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penguatan Polres di dalam sinergitas polisional penanggulangan premanisme pada program pemolisian masyarakat rangka terwujudnya Kamtibmas kondusif dan meningkatnya kepercayaan masyarakat. Kelima, menggalang tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya untuk dilibatkan dalam upaya antisipasi ancaman kejahatan premanisme yang terjadi di lingkungannya dan berperan sebagai penggerak masyarakat. Kerjasama dalam hal kemitraan dimaksudkan sebagai deteksi dini untuk menyerap informasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga Polres dapat mengambil langkah-langkah pencegahan terutama di daerah-daerah rawan premanisme.
Ketidakberhasilan dalam mengedepankan community dan problem oriented policing pada penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh premanisme tentunya dapat berdampak pada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga berimplikasi terhadap pencapaian pembangunan nasional yang telah dirumuskan di dalam program prioritas nasional dan kebijakan pemerintah. Polri diharapkan mampu untuk melaksanakan langkah antisipasi dengan cepat, sehingga potensi gangguan yang akan muncul dapat diminimalisir sehingga tidak menjadi ambanggangguan dan gangguan nyata.
Impelementasi mewujudkan rasa aman mewajibkan Polri selaku aparat penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh dengan dilandasi akselerasi tranformasi Polri menunju Polri yang perdekitif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan (PRESISI). Hal ini tentunya merupakan tanggung jawab yang sangat berat apa lagi dikaitkan dengan keterbatasan jumlah Personel yang ada dengan jumlah penduduk dan luas wilayah, disamping keterbatasan sarana dan prasarana sampai dengan anggaran yang ada. Dalam menghadapi timbulnya penyakit masyarakat yang bermuara pada terganggunya kamtibmas sebagaimana tersebut diatas.